Kemenangan dalam berjuang tidak selalu berbentuk kemenangan lahiriyah. Adakalanya gugur dalam perjuangan juga merupakan sebuah kemenangan besar. Tak salah bila ada pepatah yang mengatakan: darah mengalahkan pedang. Kisah Karbala adalah salah satu contohnya. Meski sejak awal, seluruh anggota rombongan Imam Husein telah mengetahui bahwa mereka adalah kafilah yang bergerak menuju kematian, tetapi cita-cita luhur dan keyakinan akan kemenangan dengan syahadah membuat mereka mantap melangkah. Kami masih bersama Anda dengan pembicaraan seputar tokoh-tokoh kebangkitan Asyura dan drama yang mereka pentaskan di Karbala.
* * *
Ali Akbar bin Husain as
Ketika rombongan Imam Husein
memasuki padang Karbala, terlihat barisan pasukan Ibnu Ziyad yang berbaris
bagai batang-batang korma di tengah sahara. Menyadari bahwa ribuan orang
bersenjata lengkap yang berada di sana berniat membantai Al-Husein dan
keluarganya, Ali Akbar putra Imam Husein bertanya kepada ayahnya, “Ayah,
bukankah kita berada di pihak yang benar?” Imam menjawab, “Iya.” Mendengar
jawaban itu Ali Akbar berseru, “Kalau begitu tidak alasan bagi kita untuk
merasa ragu dan gentar.”
Saat Ali
Akbar maju ke medan tempur untuk menunjukkan kesetiaannya kepada sang ayah
dan imam yang ia ikuti, Al-Husein dengan berlinang air mata memandang nanar
ke arah putranya dan berkata, “Ya Allah, saksikankah pemuda yang paling
mirip wajah, tutur kata dan perangainya dengan Rasul-Mu, kini maju ke medan
tempur. Selama ini, kami mengobati kerinduan kepada Nabi dengan memandangnya.
Ya Allah, jauhkan mereka dari barakah bumi ini dan cabik-cabiklah barisan
mereka.”
Ali Akbar
maju dan dengan gesit dia menari-narikan pedangnya. Beberapa orang yang
menghadangnya terjerembab ke tanah terkena sabetan pedang putra Al-Husein.
Tak lama kemudian, kisah kepahlawanan dan kesetiaan Ali Akbar menjadi
lengkap setelah sebilah pedang mendarat di tubuhnya. Ali Akbar jatuh
tersungkur dan musuh-musuh berhamburan menyambutnya dengan mendaratkan
pukulan pedang bertubi-tubi ke tubuh pemuda tampan itu. Sebelum
menghembuskan nafasnya yang terakhir, Ali Akbar berseru kepada ayahnya
dengan mengatakan, “Ayah, Rasulullah telah memberiku air. Beliau menunggu
kedatanganmu.” Cucu Rasul itu gugur syahid dengan meninggalkan pelajaran
berharga tentang kesetiaan dan pengorbanan dalam membela kebenaran.
Qasim bin Hasan as
Mungkin
kisah Qasim putra Imam Hasan as di Karbala adalah kisah yang paling menarik
tentang kesetiaan dan pengorbanan. Kemenakan Imam Husein yang saat itu masih
sangat belia, yaitu berusia kurang dari lima belas tahun, telah menyuguhkan
pelajaran yang amat berharga. Di hari Asyura, saat pembantaian di Padang
Karbala berlangsung, Qasim menatap pilu medan laga. Imam Husein
mendatanginya dan bertanya, “Qasim, bagaimana engkau memandang kematian?”
Qasim menjawab, “Kematian bagiku lebih manis dari madu.” Ya, remaja belia
yang terdidik di rumah kenabian dan wilayah itu telah hanyut dalam cinta
rabbani dan tak sabar menunggu saat-saat yang paling indah bertemu dengan
sang Pencipta. Qasim maju ke medan laga dan gugur sebagai syahid.
Jaun bin Abi Malik
Jaun bin Abi
Malik, adalah bekas budak Abu Dzar Al-Ghifari yang kemudian mengabdi di
rumah Imam Ali, Imam Hasan, dan terakhir di rumah Imam Husein as. Di siang
hari Asyura, Jaun dari dekat menyaksikan dan merasakan penderitaan yang
dialami oleh keluarga Nabi dan para pengikut setia mereka di Padang Karbala.
Meski tidak terlibat dalam konflik, Jaun tidak mau tinggal diam. Dia bangkit
dan meminta ijin kepada Imam Husein untuk mempersembahkan darahnya dalam
membela keluarga Nabi. Imam Husein yang terkenal bijak mengatakan, “Wahai
Jaun, jangan celakakan dirimu. Engkau telah kumerdekakan.”
Jaun
menangis, dan sambil mencium kaki tuannya, dia berkata, “Tuanku, selama ini
aku hidup sejahtera di rumahmu. Aku tidak bisa tinggal diam menyaksikan
engkau dan keluargamu menghadapi kesulitan ini. Demi Allah aku tidak akan
meninggalkanmu sampai darahku bercampur dengan darahmu yang suci.” Budak
berkulit hitam itu menunjukkan kesetiaan seorang hamba kepada tuannya. Jaun
mengajarkan makna sejati dari balas budi. Setelah mendapat ijin, bekas budak
Abu Dzar itu maju ke medan laga dan mempertontonkan semangat pengorbanan
untuk keluarga Rasul. Untuknya Imam Husein berdoa, “Ya Allah putihkan
wajahnya, masukkanlah ia ke dalam golongan orang-orang yang baik dan jangan
pisahkan dia dari keluarga Muhammad.”
Wahb bin Abdullah
Wahb bin
Abdullah adalah salah seorang pengikut setia Imam Husein. Sebelum bertemu
Imam Husein, Wahb adalah pengikut agama Nasrani. Di tangan Imam Husein, dia
dan ibunya masuk Islam. Saat berada di padang Karbala bersama Imam Husein,
Wahb baru 17 hari menikah. Sebagai bukti kesetiaan kepada penghulu pemuda
surga dan pemimpin umat itu, Wahb maju ke medan tempur. 24 penunggang kuda
dan 24 prajurit pejalan kaki berhasil ditumbangkannya. Namun Wahb berhasil
ditangkap dan dibawa menghadap Umar bin Saad komandan pasukan Ibnu Ziyad.
Wahb gugur
syahid setelah Ibnu Saad mengeluarkan perintah pemenggalan kepalanya. Kepala
tanpa badan itu dikirim ke perkemahan Imam Husein. Ibu Wahb dengan bangga
mencium kepala anaknya yang gugur dalam membela kebenaran. Kepala itu
dilemparkannya ke arah musuh sambil berkata, “Aku tidak akan mengambil
kembali apa yang telah kupersembahkan untuk Islam.” Tak cukup dengan
persembahan itu, wanita tua itu mengambil sebatang kayu dan berlari ke arah
musuh. Ibu Wahb ingin menyusul anaknya yang telah mendahuluinya terbang ke
surga. Namun Imam Husein mencegahnya dan mendoakan kebaikan untuknya.
Kisah
pengorbanan sahabat Nabi dalam perang Uhud yang menjadikan tubuhnya sebagai
perisai hidup untuk melindungi Rasulullah, terulang kembali di padang
Karbala. Di hari Asyura, pasukan Ibnu Ziyad tidak memberikan kesempatan
kepada Imam Husein dan para sahabatnya untuk melaksanakan kewajiban shalat.
Saat Imam Husein berdiri untuk mengerjakan shalat berjemaah dengan para
sahabatnya, Said bin Abdillah Al-Hanafi berdiri melindungi putra Fatimah itu
dari terjangan tombak dan anak panah yang meluncur ke arah Imam Husein.
Tubuh Said dipenuhi oleh tombak dan anak panah.
Said roboh.
Sebelum menghembuskan nafas terakhirnya ia berkata, “Ya Allah, sampaikan
salamku kepada Nabi-Mu Muhammad. Katakan kepada beliau bahwa luka-luka di
sekujur tubuhku ini kudapatkan ketika melindungi dan membela cucu
kesayangannya yang tengah memperjuangkan agama dan kebebasan.” Mata sayu
Said untuk beberapa saat memandang wajah pemimpinnya. Dia berkata, “Wahai
putra Rasulullah, apakah aku sudah melaksanakan janji setiaku?” Imam Husein
menjawab, “Ya, engkau telah mendahuluiku masuk ke surga.”
Abis bin Abu Syubaib Al-Syakiri
Kisah Abis
bin Abu Syubaib Al-Syakiri di Karbala adalah kisah cinta yang luhur. Selain
dikenal pemberani dan piawai dalam bertarung di medan tempur, Abis juga
terkenal sebagai ahli ibadah dan rajin melaksanakan shalat tahajjud. Di
malam Asyura, Abis mendatangi kemah Imam Husein. Kepada beliau, Abis
mengatakan, “Demi Allah, tidak ada seorangpun di dunia ini yang kucintai dan
aku hormati lebih dari dirimu, wahai putra Rasulullah. Jika ketulusan cinta
ini dapat aku tunjukkan dengan mengorbankan sesuatu yang lebih berharga dari
jiwa dan ragaku, pasti akan kulakukan.” Abis gugur syahid setelah pasukan
musuh yang kewalahan dalam menghadapinya, menghujaninya dengan batu-batuan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar